Manusia dilahirkan dalam keadaan tabula rasa yaitu dalam keadaan seperti kertas putih yang belum tertulis sehingga tanpa ada tulisan tertentu, tanpa ada pikiran tertentu. Dalam keadaan yang seperti itu, manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya terutama orang tua yang membentuk pikirannya. Nilai dan norma lingkungan sosial mulai diwariskan melalui proses sosialisasi. Dalam proses sosialisasi ini, manusia mengalami internalisasi nilai dan norma lingkungan sosialnya sehingga manusia tampak sebagai produk dari lingkungan sosialnya. Dengan kata lain, lingkungan sosial mempengaruhi pembentukan pikiran manusia.
Dalam situasi dimana manusia berada pada terpaan berbagai arus informasi dan pertemuan berbagai sistem nilai dan norma, manusia perlu menentukan pilihan bagi sistem nilai kehidupannya. Pilihan tersebut dipengaruhi oleh pengetahuan dan keyakinan. Pengetahuan dan keyakinan pun memiliki hubungan yang sangat erat. Pertama, pengetahuan yang dimiliki manusia akan membentuk suatu keyakinan. Kedua, pengetahuan dibenarkan melalui suatu keyakinan. Oleh karena itu, keyakinan yang benar harus didasari oleh pengetahuan yang benar. Sebagaimana pengetahuan yang benar akan membentuk keyakinan yang benar pula.
Pada dasarnya, pengetahuan berasal dari empat sumber yaitu wahyu, fitrah, akal, dan kenyataan. Pengetahuan yang berasal dari wahyu adalah pesan yang disampaikan agama. Pengetahuan yang berasal dari fitrah terkait dengan pengetahuan yang diperoleh tanpa melalui proses belajar. Pengetahuan yang berasal dari akal terkait dengan analogi dan interpretasi yaitu bagaimana cara orang melihat dan menafsirkan sesuatu. Adapun pengetahuan yang berasal dari kenyataan terkait dengan generalisasi terhadap sekumpulan fakta yang didapat melalui observasi dan eksperimen. Meskipun akal dan pengalaman inderawi juga merupakan sumber pengetahuan, ajaran agama yaitu wahyu tetap sebagai otoritas tertinggi dalam menentukan kebenaran.
Dalam situasi dimana manusia berada pada terpaan berbagai arus informasi dan pertemuan berbagai sistem nilai dan norma, manusia perlu menentukan pilihan bagi sistem nilai kehidupannya. Pilihan tersebut dipengaruhi oleh pengetahuan dan keyakinan. Pengetahuan dan keyakinan pun memiliki hubungan yang sangat erat. Pertama, pengetahuan yang dimiliki manusia akan membentuk suatu keyakinan. Kedua, pengetahuan dibenarkan melalui suatu keyakinan. Oleh karena itu, keyakinan yang benar harus didasari oleh pengetahuan yang benar. Sebagaimana pengetahuan yang benar akan membentuk keyakinan yang benar pula.
Pada dasarnya, pengetahuan berasal dari empat sumber yaitu wahyu, fitrah, akal, dan kenyataan. Pengetahuan yang berasal dari wahyu adalah pesan yang disampaikan agama. Pengetahuan yang berasal dari fitrah terkait dengan pengetahuan yang diperoleh tanpa melalui proses belajar. Pengetahuan yang berasal dari akal terkait dengan analogi dan interpretasi yaitu bagaimana cara orang melihat dan menafsirkan sesuatu. Adapun pengetahuan yang berasal dari kenyataan terkait dengan generalisasi terhadap sekumpulan fakta yang didapat melalui observasi dan eksperimen. Meskipun akal dan pengalaman inderawi juga merupakan sumber pengetahuan, ajaran agama yaitu wahyu tetap sebagai otoritas tertinggi dalam menentukan kebenaran.
Kebenaran ialah segala yang bisa ditangkap oleh pengalaman inderawi
Berdasarkan polanya, pemikiran manusia dipengaruhi oleh cara pandang dalam melihat obyek kajiannya yang disusun berdasarkan seperangkat kepercayaan akan hakikat dan keberadaan dari obyek kajiannya. Secara garis besar, cara pandang manusia dalam melihat apa yang ada terbagi menjadi dua. Cara pandang positivisme melihat suatu fenomena sebagai hasil hukum kausalitas atau sebab akibat. Dengan melihat fenomena sebagai hubungan sebab akibat, hal terpenting dari cara pandang ini ialah prediksi yaitu ketika suatu akibat telah diketahui sebabnya maka manusia dapat memprediksikan kemungkinan suatu akibat dengan melihat pada sebabnya. Pandangan positivistik lebih bersifat empirik yakni melihat fenomena-fenomena konkret dan dapat ditangkap oleh indera. Metodologi yang digunakan biasanya ialah observasi dan eksperimen. Melalui observasi dan eksperimen pada fenomena kasuistik dapat dilakukan generalisasi untuk menyimpulkan hukum universal. Generalisasi ini disebut juga sebagai induksi. Meskipun demikian, generalisasi yang tidak didukung oleh fakta atau data yang valid akan menghasilkan generalisasi yang menyesatkan. Kebenaran dalam pandangan positivis ialah sesuai dengan prinsip korespondensi yaitu kebenaran ialah kesesuaian antara gagasan dengan realitas atau fakta. Suatu gagasan disebut benar apabila gagasan tersebut sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.
Kebenaran ialah segala yang bisa dimengerti oleh akal
Cara pandang rasionalisme memandang fenomena sebagai hasil interpretasi dari pengamat. Berbeda dengan positivisme yang lebih melihat pada hal-hal yang konkret, rasionalisme lebih melihat pada hal-hal yang abstrak. Hal terpenting dari cara pandang ini ialah komparasi dan kategorisasi terhadap kualitas obyek kajian. Kesimpulan dalam cara pandang ini didapat melalui proses deduksi yakni analogi dengan cara mengidentifikasi kesamaan-kesamaan dari dua obyek kajian yang dianalogi. Meskipun demikian, analogi dapat menghasilkan kesimpulan yang salah apabila terjadi kesalahan dalam mengidentifikasi kesamaan-kesamaan dari dua obyek kajian yang dianalogi. Kebenaran dalam cara pandang rasionalisme ialah berdasarkan prinsip koherensi yaitu kebenaran ialah gagasan yang tidak saling kontradiktif. Suatu gagasan adalah benar apabila gagasan tersebut tidak saling bertentangan.