Tulisan ini dibuat sebagai ringkasan dari kitab Syarhu Al-Mandhumah Al-Baiquniyah yang diltulis oleh Abul Harits Muhammad bin Ibrahim Al-Jazairi yang membahas tentang asas-asas ilmu hadits. Kitab ini tergolong penting untuk dipelajari, sebab dengan ilmu tersebut kita bisa mengetahui keadaan suatu hadits. Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menulis semua isi dari kitab ini, melainkan menggarisbawahi apa yang memotivasi saya membaca kembali kitab ini yang telah saya baca beberapa tahun silam, yaitu saat saya dikagetkan dengan artikel yang dimuat di website anti Islam yang menyerang Islam dengan membawakan hadits tentang tenggelamnya matahari di lumpur hitam. Kegalauan saya semakin menjadi-jadi ketika saya tidak menemukan penjelasan yang memadai dalam menjawab syubhat tersebut, karena tidak ada satupun website berbahasa Indonesia yang membahasnya kecuali dari golongan anti Islam yang membahasnya untuk menyudutkan agama Islam ini. Alhamdulillah, dengan berbagai upaya saya terus menggalinya hingga saya pun akhirnya menemukan artikel yang membahasnya dari cara pandang Islam dalam bahasa Arab dan Inggris, itupun dengan ketersediaan yang sangat terbatas. Didorong bahwa pembahasan semacam ini masih sangat terbatas terutama di internet, maka saya berencana pula -Insya Allah- pada kesempatan yang akan datang membahasnya satu persatu subhat-syubhat yang dilontarkan oleh golongan anti Islam.
Inilah yang ingin saya tunjukan di sini bahwa hadits yang dimuat di website anti Islam tentang matahari tenggelam dalam lumpur hitam memang diriwayatkan oleh Abu Daud dan dinyatakan shahihul isnad oleh Al-Albani dan Al-Arnauth. Coba perhatikan 'shahihul isnad' yang berarti bahwa hadits tersebut memang shahih dari segi sanadnya. Padahal bila diperhatikan definisi hadits shahih seperti penjelasan di atas, kita ketahui bahwa syarat shahih bukan hanya dari segi sanadnya saja, tetapi juga matannya yaitu apakah hadits tersebut tergolong syadz, mu'allal, mudraj, dst ... ataukah tidak. Sepanjang pengetahuan saya, Syaikh Al-Albani dan Syaikh Al-Arnauth baru menelitinya dari segi sanad, belum membahasnya dari segi matan. Padahal kalau dilihat dari segi matannya maka memang ada masalah dalam matannya yaitu ada seorang perawi yang menyendiri dalam membawa lafadz yang tidak ada dalam jalur riwayat yang lainnya sehingga periwayatannya adalah periwayatan yang syadz, dan yang benar adalah periwayatan jama'ah.
Penjelasan ini memperkuat lagi argumen saya di atas, dan memang beginilah kenyataannya bahwa shahihul isnad belum tentu shahihul matan berdasarkan penjelasan yang telah diutarakan tersebut. Inilah yang tidak diketahui oleh golongan anti Islam, apalagi orang di luar Islam yang tidak mempunyai tradisi dalam meneliti suatu berita. Sayang sekali apabila mereka berhenti menggali pengetahuan ini kemudian mencukupkan diri dengan menyatakan bahwa mereka telah berhasil menemukan kontradiksi dalam ajaran Islam, padahal kenyataanya seperti yang pembaca telah ketahui tidaklah demikian. Bahkan pembaca telah mengetahui sendiri bahwa argumen mereka yang didasarkan pada ketidakmampuan mereka melihat permasalahan secara lebih cermat telah patah dan tidak bisa digunakan lagi.
Hadits shahih lidzatih yaitu hadits yang bersambung sanadnya dengan penukilan perawi yang 'adl dan dhabith dari yang semisalnya sampai akhir sanad tersebut serta hadits tersebut bukan hadits yang syadz dan bukan hadits yang mu'allal
Inilah yang ingin saya tunjukan di sini bahwa hadits yang dimuat di website anti Islam tentang matahari tenggelam dalam lumpur hitam memang diriwayatkan oleh Abu Daud dan dinyatakan shahihul isnad oleh Al-Albani dan Al-Arnauth. Coba perhatikan 'shahihul isnad' yang berarti bahwa hadits tersebut memang shahih dari segi sanadnya. Padahal bila diperhatikan definisi hadits shahih seperti penjelasan di atas, kita ketahui bahwa syarat shahih bukan hanya dari segi sanadnya saja, tetapi juga matannya yaitu apakah hadits tersebut tergolong syadz, mu'allal, mudraj, dst ... ataukah tidak. Sepanjang pengetahuan saya, Syaikh Al-Albani dan Syaikh Al-Arnauth baru menelitinya dari segi sanad, belum membahasnya dari segi matan. Padahal kalau dilihat dari segi matannya maka memang ada masalah dalam matannya yaitu ada seorang perawi yang menyendiri dalam membawa lafadz yang tidak ada dalam jalur riwayat yang lainnya sehingga periwayatannya adalah periwayatan yang syadz, dan yang benar adalah periwayatan jama'ah.
Apakah keshahihan atau kedhaifan sanad itu melazimkan keshahihan atau kedhaifan matan? Jawab: tidak mengharuskan hal itu, karena sanad itu terkadang dhaif namun matannya warid dari jalan lain yang shahih atau hasan atau dhaif yang ringan kedhaifannya, sehingga terangkat kedudukannya. Terkadang juga sanadnya shahih akan tetapi matannya syadz atau mu’allal
Penjelasan ini memperkuat lagi argumen saya di atas, dan memang beginilah kenyataannya bahwa shahihul isnad belum tentu shahihul matan berdasarkan penjelasan yang telah diutarakan tersebut. Inilah yang tidak diketahui oleh golongan anti Islam, apalagi orang di luar Islam yang tidak mempunyai tradisi dalam meneliti suatu berita. Sayang sekali apabila mereka berhenti menggali pengetahuan ini kemudian mencukupkan diri dengan menyatakan bahwa mereka telah berhasil menemukan kontradiksi dalam ajaran Islam, padahal kenyataanya seperti yang pembaca telah ketahui tidaklah demikian. Bahkan pembaca telah mengetahui sendiri bahwa argumen mereka yang didasarkan pada ketidakmampuan mereka melihat permasalahan secara lebih cermat telah patah dan tidak bisa digunakan lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar