Selasa, 10 April 2012

Studi Kritis Terhadap Sistem Demokrasi Dan Pemilu

Demokrasi merupakan sistem politik warisan budaya Yunani dan Romawi. Dikemukakan pertama kali oleh para ahli filsafat yang mendasarkan pengetahuannya pada hal-hal yang bersifat spekulatif, tanpa melihat pada kenyataan atau fakta empiris di lapangan. Inti dari ajaran ini yaitu suara mayoritas merupakan kebenaran. Dengan kata lain, demokrasi lebih mengedepankan kuantitas daripada kualitas. Di dalam sistem demokrasi, suara mayoritas merupakan pihak yang mengendalikan kekuasaan, kekuasaan dipegang oleh kelompok mayoritas. Lawan dari demokrasi adalah sistem politik otoriter yaitu sistem politik dimana kekuasaan dimiliki dan dikendalikan oleh kelompok minoritas. Kenyataan demokrasi menunjukan bahwa yang menjadi keputusan dan kebijakan pemerintahan ditentukan oleh suara mayoritas, tanpa memperhatikan apakah suara mayoritas tersebut bertentangan dengan hukum agama atau tidak.

Di dalam demokrasi, pemilihan pemimpin negara, legislatif maupun eksekutif, dilakukan melalui pemilihan umum. Demokrasi dan pemilu ibarat dua sisi mata uang. Menurut doktrin yang telah dipraktikan di banyak negara, setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam menentukan orang-orang yang akan menduduki kursi di pemerintahan. Oleh sebab itu, di dalam demokrasi, setiap orang memiliki kedudukan yang sama (one man, one vote). Artinya, sistem ini tidak membedakan antara orang yang kompeten dalam penilaian kepemimpinan dengan orang yang tidak kompeten dalam penilaian kepemimpinan, antara orang baik dengan orang jahat. Sistem demokrasi memungkinkan semua jenis kelompok manusia untuk memilih orang-orang yang akan berkuasa di negerinya, tanpa memperhatikan apakah orang-orang tersebut mengerti dan berkomitmen dengan hukum agama atau tidak. Selain itu, memungkinkan pula untuk dipilih menjadi pemimpin asalkan mendapat dukungan yang banyak atau mayoritas.

Sistem demokrasi memiliki banyak kelemahan:
  1. prinsip persamaan yang tidak masuk akal
  2. menerima seorang calon tanpa memperhatikan kompentensi, kualifikasi, dan integritas
  3. mengutamakan kuantitas daripada kualitas
  4. menghamburkan harta karena pemilu membutuhkan dana yang tidak sedikit
  5. mengutamakan kepentingan partai daripada negara
  6. memecah belah persatuan umat dan sering terjadi konflik politik
  7. terhambatnya pembangunan akibat dibatasinya masa jabatan

Sistem politik yang paling baik adalah teokrasi, bukan demokrasi. Sistem teokrasi menerapkan hukum agama sebagai konstitusi atau dasar menjalankan fungsi pemerintahan. Di dalam model ini, kekuasan tertinggi ialah konstitusi agama, bukan suara mayoritas. Dengan kata lain, kekuasaan tertinggi berdasarkan pada kedaulatan hukum atau rule of law, bukan pada suara mayoritas. Sistem politik teokrasi menyerahkan kekuasaan negara kepada sekelompok orang yang paling sesuai dengan kriteria hukum agama. Pemimpin dipilih tidak melalui pungutan suara melalui pemilihan umum melainkan dipilih oleh suatu kelompok orang yang juga paling sesuai dengan kriteria hukum agama. Dalam sistem teokrasi, kualitas lebih penting daripada kuantitas.

Catatan: tulisan ini dibuat sebagai bentuk pelayanan umum terhadap ilmu pengetahuan menurut cara pandang penulis.