Jumat, 21 Desember 2018

Menggugat Ateisme

Saat ini aku sedang membaca buku yang ditulis oleh penulis yang fokus di bidang agama yaitu Karen Armstrong. Ini adalah buku kedua yang kubaca dari buku-buku karyanya itu dan barangkali ini yang terakhir. Buku pertamanya kubaca beberapa tahun yang lalu ketika aku dihadiahi buku berjudul "Muhammad: A Biography Of The Prophet" oleh seseorang di Bandung dan kini buku kedua yang kubaca itu berjudul "The History Of God" secara tidak sengaja aku menemukannya di sebuah toko alat tulis. Baiklah di sini tentu saja aku ingin berbagi apa yang ditangkap dan dipahami setelah membaca buku-buku tersebut.

Setelah membaca buku tersebut, aku teringat dengan kelas filsafat ilmu yang pernah aku pelajari. Waktu itu aku begitu serius dengan pelajaran filsafat sampai-sampai aku membuat sebuah ringkasannya dalam hal ini inti daripada disiplin keilmuannya. Entah berapa lembar yang telah dibaca hingga sampai pada suatu kesimpulan yang mana hal itu telah disampaikan oleh seorang kepadaku pada suatu diskusi ketika ia menyampaikan "Kebenaran adalah apa yang bisa dimengerti oleh akal atau ditangkap oleh indera". Ya, inilah yang ingin aku tekankan bahwa seberapapun kita menggali pengetahuan, kita akan mendasarkan pengetahuan tersebut pada kedua hal ini: akal dan indera.

Berbicara tentang Allah kita akan mendapati berbagai aliran pandangan mulai dari ateis yang menyangkal keberadaannya, agnostik yang meragukan keberadaannya, atau teistik yang percaya akan keberadaannya. Selanjutnya pembahasan tentang Allah tidak akan bermakna apabila tidak sampai pada pembahasan tentang agama. Karena itu sebagai seorang muslim, aku katakan bahwa kita perlu membahasnya satu persatu, kita buktikan pertama-tama akan keberadaan Allah untuk selanjutnya kita buktikan pula bahwa Allah telah mengkomunikasikan dirinya kepada manusia melalui wahyu yang disampaikan oleh nabi pilihan.

Karen Armstrong ini mungkin adalah seorang agnostik yang menganggap bahwa keberadaan Allah tidak mungkin bisa diketahui karena esensi atau zat Allah tidak mungkin bisa dilihat atau ditangkap oleh indera. Karenanya ia berpandangan bahwa keberadaan Allah tidak bisa dibuktikan sebagaimana keberadaan-Nya tidak bisa disangkal, tidak ada bukti untuk menerima atau menolak keberadaan-Nya.

Padahal kalau kita perhatikan memang benar Allah tidak bisa dilihat, akan tetapi hal itu tidak bisa dijadikan dalil bahwa Allah itu tidak ada. Sesuatu yang tidak bisa dilihat bukan berarti bahwa sesuatu tersebut tidak ada karena kita telah mengetahui bahwa alat indera kita mempunyai kemampuan yang terbatas. Kalau begitu darimana kita bisa mengetahui keberadaan Allah berdasarkan indera? Dari makhluk ciptaannya lah kita bisa membuktikan bahwa Allah itu ada. Alam semesta dan manusia sebagai kehebatan ciptaan adalah bukti yang tak terbantahkan bahwa semua itu ada yang menciptakannya. Kita memang tidak bisa melihat zat Allah tetapi kita bisa melihat makhluk ciptaan-Nya sebagai bukti keberadaan Allah yang telah menciptakannya.

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa kepercayaan terhadap Allah tidak akan bermakna apapun apabila tidak diikuti kepercayaan terhadap agama. Kepercayaan terhadap Allah secara logis mengharuskan kita untuk menemukan kebenaran agama. Dalam hal ini yang aku maksudkan dengan agama tidak lain adalah agama wahyu, karenanya kita mesti buktikan dulu kebenaran agama wahyu dengan alat yang telah disebutkan: akal dan indera.

Dalam bukunya Karen Armstrong menyebutkan ada beberapa aliran pemikiran manusia yang mengulas tentang Allah. Pertama, agama wahyu yaitu agama yang mendeklarasikan dirinya sebagai pesan Allah yang disampaikan kepada para nabi dan inilah yang ingin aku tekankan dalam tulisan ini. Kedua, filsafat sebagai aliran yang mengklaim memperjuangkan kebenaran melalui pembuktian rasionalisme atau akal. Ketiga, mistisme yaitu aliran yang menggunakan latihan-latihan tertentu untuk menuju kepada pengalaman kehadiran Allah. Jika filsafat mendasarkan pengetahuan pada akal maka aliran mistik menggunakan perasaan dan mitologi imajinasi untuk menggapai pengalaman spiritual. Keempat, aliran sains yang dalam pembuktian kebenarannya menggabungkan antara disiplin rasionalisme dan empirisme.

Di masa-masa sekarang kita sering mendapati sebagian orang yang ingin mengesankan ada pertentangan antara cara pandang agama dengan cara pandang sains yang empiris, benarkah demikian? Aku pun telah meneliti berbagai tulisan yang membahas tentang hal ini dan aku tidak mendapati sedikitpun kebenaran dari anggapan tersebut, yang ada justru sebaliknya cara pandang anti agama lah yang telah membajak sains untuk menghantam agama. Pertanyaannya bukanlah apakah agama bertentangan dengan sains, melainkan manakah diantara keduanya yang bertentangan dengan kenyataan, sains yang telah dibajak oleh orang-orang ateis ataukah agama yang mempunyai sifat yang konsisten?